Jepara, Patroli7 – Dengan adanya informasi dugaan pelaku ilegal logging selama ini disebuah pulau yang dibangun resort, pagi, perahu kecil mengantarkan sejumlah wartawan dari beberapa media mengitari Pulau Tengah di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng). Perjalanan ditempuh sekitar 15 menit dengan perahu kecil. Rabu, (04/10/2023).
Dari kejauhan tampak Grand Mega Diving Resort & SPA berdiri dengan dermaga kayu-kayu ulin yang kokoh, sekaligus estetik. Tertulis di plang jelas papan informasi “Selain karyawan dilarang masuk”.
Nakhoda kapal sebenarnya menolak mengantarkan Awak Media menuju Pulau Tengah. “Mboten purun Pak kulo mboten wanton menepi (tidak mau Pak, saya tidak berani menepi),” kata sang Nakhoda yang meminta disamarkan identitasnya kepada Awak Media dan sejumlah penumpang.
Ketakutan sang Nakhoda memang beralasan, Kasus dugaan illegal logging yang diduga melibatkan pemilik Grand Mega Diving Resort & SPA, pernah menyeret sejumlah warga Kemujan, Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, ke Meja Hijau pada Tahun 2022.
Namun kini, justru warga di Desa Kemujan, Kepulauan Karimunjawa, terus angkat bicara menyikapi dugaan penadahan hasil pembalakan liar (illegal logging) di Pulau Tengah, Kepulauan Karimunjawa yang diduga melibatkan petinggi di Polda Jateng.
Menurut penuturan mantan Karyawan yang pernah bekerja di Grand Mega Diving Resort & SPA, Abdussalam, ia pernah ditugaskan untuk menghitung kayu yang diangkut kapal. Kayu tanpa disertai dengan dokumen lengkap hanya nota jumlah unit yang dibawa. Rata-rata setiap bulan ada empat kali pengiriman kayu dengan jumlah 28-30 kubik setiap pemberangkatan.
“Kayu diperuntukkan untuk membangun resort di Pulau Tengah punya Ibu Megawati,” kata Abdussalam yang kala itu bekerja sebagai Engineering pada. Rabu, (04/10/2023).
Dia mengungkapkan, sebagai pemilik Resort dan pengelola Pulau Tengah, Ibu Megawati dikenal mempunyai kedekatan dengan Irjen Ahmad Luthfi, yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Jateng. “Namun pada saat itu, beliau masih menjabat Wakapolda Jateng,” kata Abdussalam.
Mantan Nakhoda kapal motor GT 27, Hamka mengaku, pernah membawa muatan kayu ulin dari Kumai di Kalimantan Tengah (Kalteng) untuk dibawa ke Pulau Tengah, Karimunjawa. Selama membawa kayu dengan kapal, ia terlibat tiga kali pengiriman tanpa disertai surat sama sekali.
Hamka berkisah, aktivitas pengambilan dan pengiriman kayu dari Kalteng harus dilakukan pada malam hari. Jika perahunya sampai di Pulau Tengah pada siang hari, maka diperintahkan untuk keluar pelabuhan dan bersembunyi di rawa-rawa. Kemudian, kapal kembali lagi ke pelabuhan malam hari, dengan muatan sekali berangkat 33 kubik kayu.
Hamka yang diupah Rp 3 juta sekali pengiriman, memilih berhenti bekerja sebagai Nakhoda pengiriman kayu ke Pulau Tengah, lantaran takut terjerat persoalan hukum. Hal itu lantaran kayu yang dibawa tanpa diserta dokumen lengkap.
“Bagaimana kita ambil izin berlayar kalau tidak ada dokumen kayu? Soalnya izin berlayar itu harus tercantum dokumen kayu berapa ratus batang, mana kita berani kalau tidak ada dokumen kayu,” ucap Hamka.
Dugaan penadahan hasil illegal logging tersebut mencuat setelah video aksi Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Menggugat (YLBHIM), Ahmad Gunawan viral di media sosial. Gunawan melakukan investigasi terhadap perahu dengan muatan kayu tanpa disertai dokumen di Pulau Tengah pada (16/03/2023).
Aksi tersebut mendapati nakhoda dengan kapal muatannya sebanyak 30 kubik kayu bodong yang didatangkan dari Kalimantan. Gunawan pun melakukan penelusuran langsung ke Pulau Tengah dan menjelaskan peruntukan berbagai kayu tersebut, yang ternyata digunakan untuk membangun resort.
Kasus itu sebenarnya sudah dilaporkan ke sejumlah aparat terkait, namun belum ada penindakan tegas hingga saat ini. Bahkan, menurut Maskuri, salah satu awak media yang mendampingi penggerebekan dugaan praktik penadahan hayu ilegal, praktik itu masih berlangsung sampai sekarang di Pulau Tengah.
“Pembongkaran (muatan) kayu bodong itu masih berjalan September lalu,” kata Maskuri.
Dia pun mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas dugaan praktik penadahan illegal logging yang diduga dilakukan pemilik resort di Pulau Tengah.
“Hukum harus ditegakkan, jangan sampai hukum tumpul ke atas tajam ke bawah, harus ditegakkan, karena melihat ada intimidasi pada warga,” ujar Maskuri.
Pemilik Grand Mega Diving Resort & SPA, Megawati, membantah kayu yang dia datangkan dari Kumai, Kalteng statusnya bodong. “Semua kayu kami selalu ada dokumen resmi dari Perhutani. Mungkin ini cuma mereka yang tidak tahu dan tidak mengerti Pak,” kata Megawati kepada Awak Media Kamis (5/10/2023),
Ketika Awak Media mencoba meminta bukti kepemilikan dokumen kayu tersebut, ia menolaknya dengan alasan privasi dan keamanan. “Maaf Pak dokumen kami tidak bisa kami berikan, takut disalahgunakan. Tapi semua ada di Polres Jepara mulai dari awal membangun sampai saat ini,” ujar Megawati.
Salah satu Awak Media, juga mencoba meminta tanggapan Kapolda Jateng Irjen Ahmad Lutfhi melalui pesan singkat, namun belum mendapat respons.
Awak Media binpers1.com yang selama ini memantau kegitan pembangunan Resort di Pulau Tengah yang diduga menggunakan kayu bodong atau ilegal logging tersebut terus melakukan klarifikasi, mendatangi ke beberapa mantan kariayawan pulau tengah meminta keterangan.
Salim, mantan Karyawan menuturkan “Terkait kayu ulin yang digunakan pembangunan diatas perairan sepengatahuan saya selama ini tidak ada dokumennya, hanya bentuk kuwintasi,” tuturnya.
Yang sama mantan Karyawan yang tidak mau ditulis namanya, mengungkapkan bahwa “Selama saya bekerja disana juga sering menerima untuk mengecek kedatangan kayu tersebut sama sekali tidak ada dokumen yang dimaksud , haya kuwintasi jumlah kayu dan ukuran,” ungkapnya.
Wawacara dilokasi pembongkaran kayu jenis ulin dengan Nahkoda Om Yanto, mengatakan “Persoalan dokumen kayu dan dokumen manifes kapal dari hulu ke hilir tidak ada jadi selama ini saya berangkat berlayar tidak ada surat dokumen apa-apa, dokumen tersebut dibawa bu Mega, pemilik resort, kalau lebih tau konfirmasi langsung ke bu Mega,” Kata om Yanto.
Persiden LBHIM Hutomo Daru Peradipta, S.H., M.Krim, yang didampingi Awak Media mencoba mendatangi sahbandar setempat minta konfirmasi yang diterima Sigit pegawai sahbandar menuturkan bahwa “Kapal kayu motor yang Bapak maksud setelah saya cek online maupun offline tidak ada nama Nahkoda kapal yang dimaksud, maaf kantor kami sebagai admintrasi pencatat manifas kapal, memeriksa, cap sertipikat Nahkoda dan surat persetujuan berlayar, atas nama Nahkoda Sriyanto tidak pernah ada melakukan cap dan lainya terkait pengakutan kayu ulin tersebut,” ujarnya. (Red)