Lebak Agung, BN – Kontroversi mengenai wisata Batu Lempar yang berada di lahan Perhutani di Desa Lebak Agung memanas. Berdasarkan keterangan dari pihak Perhutani, area wisata tersebut belum memiliki ijin atau Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan pihak pengelola, sehingga secara hukum, operasional tempat tersebut dapat dikategorikan sebagai ilegal. Senin, (09/10/2023)
Meskipun demikian, pengelolaan wisata Batu Lempar masih berjalan dengan adanya pungutan yang diklaim sebagai dana untuk kebersihan. Namun, dugaan kuat menyebutkan bahwa pungutan tersebut lebih bersifat komersial daripada fungsional. Setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp5.000 per orang.

Perhutani mengungkapkan bahwa mereka sudah melakukan upaya komunikasi dengan Kepala Desa dan pihak pengelola untuk memberikan teguran terkait pungutan tersebut. Namun, hingga saat ini teguran tersebut tampaknya diabaikan oleh pihak pengelola.
“Kami telah berkomunikasi dengan Kepala Desa dan pengelola, memberitahukan bahwa selama proses perijinan belum selesai, pungutan seharusnya tidak diperkenankan. Namun, di lapangan, pungutan tersebut tetap berlangsung,” ungkap perwakilan Perhutani.
Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa ada tindakan konkret dari pihak pengelola, Perhutani mengancam akan menutup sementara wisata Batu Lempar. Langkah tersebut diambil untuk mencegah potensi konflik yang lebih besar di masyarakat.
Masyarakat dan para pengunjung berharap masalah ini dapat segera diselesaikan sehingga tidak mengganggu kenyamanan dan keamanan saat berkunjung ke wisata Batu Lempar. Dan ironis nya untuk pihak Kepala Desa ketika muncul pemberitaan tentang ada yang pungutan liar merasa tidak nyaman dengan berita dan lewat rekaman salah satu oknum wartawan yg sudah jelas itu termasuk pelanggaran etika menolak untuk di jadikan berita yang di kirim langsung ke redaksi dengan alasan klarifikasi. Sangat disayangkan oknum Wartawan tersebut sudah melanggar etika Jurnalistik. (Ida parida)